Pages

Ads 468x60px

Sample Text

Selamat Datang di Cafebahasa dan Prosa-Bambang Setiawan-Blog Informasi Prosa-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel Anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Kamis, 13 September 2012

Cerpen "Menunggu"


Menunggu
Cerpen karya Eka Sutrisni (E.S Aquarius)

Penatnya udara sore hari yang begitu membakar tubuh yang halus dan lembut, membuat kekeringan ditenggorokan yang sakit. Diruangan kelas yang dingin menjadi panas dengan suasana yang begitu menerkam hati dan pikiran. Ucapan-ucapan yang terlontar dari berbagai bentuk bibir, membuat dada menjadi penat dan sesak.
Anak-anak Junior yang menanti akan jawaban pasti harus merasakan panasnya ruangan yang ber-AC. Satu jam pun telah berlalu, tetapi tidak ada satu pun senior yang memberi kepastian. Pertanyaan pun terlontar dari salah satu mahasiswa yang menanti akan kepastian.
“Bagaimana Kak? Apakah kita jadi pergi? Hari sudah semakin sore.”
Pertanyaan yang keluar itu membuat senior mereka bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.
“Sabar, Dek. Kakak juga lagi menunggu keputusan rapat tersebut.”
Bingung dan resah yang dialami Paijo membuat hatinya kesal dan marah. Dia pun langsung mendatangi ruangan yang sedang mengadakan rapat kepastian.
“Sudah belum rapatnya? Perasaan dari tadi tidak selesai-selesai.” Kekesalan yang dirasakan oleh anak-anak Junior pun terucap oleh Paijo.

“Sabarlah, ini juga lagi dibicarakan.” Samsi pun kesal dengan desakan Paijo.
“Dari tadi anak-anak sudah tidak sabar lagi menunggu kepastian. Kalau tidak jadi sudah, jangan buat orang-orang menunggu.” Paijo mulai memanas dengan nada sabar.
“Sabar, Jo. Aku tahu, kau didesak terus sama anak-anak itu. Sekarang ini, kita semua sedang rapat masalah dana dan tempat. Kau tahulah kan masalah dana anak-anak maru kemana?” Surti berusaha mendinginkan suasana yang mulai memanas.
“Sekarang begini saja, Jo. Kita handle adik-adik yang ada diruangan untuk sabar dan tenang. Mudah-mudahan cepat selesai.” Santo pun mengajak Paijo untuk keruangan anak-anak maru yang bersebrangan dengan ruangan rapat.
Dengan suasana yang semakin memanas, Santo dan Paijo mendatangi ruangan yang penuh dengan maru. Anak-anak Junior yang berada diruangan itu sekitar 50 orang. Disaat Santo baru melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam ruangan, tiba-tiba salah satu anak-anak itu berteriak kesal.
“Lama sekali sih! Kemana seniornya? Tidak bertanggung jawab.” Dengan lantang kata-kata kekesalan keluar dari salah satu anak-anak junior yang menunggu berjam-jam.
Paijo kaget dan tersentak diam mendengar ucapan itu keluar dari mahasiswa itu. Santo yang berada didepannya langsung memutar arah badannya, karena mendengar kata-kata yang terlontar dari anak-anak Junior itu.
Paijo pun langsung tersenyum melihat Santo putar arah dan tidak jadi masuk kedalam ruangan yang dipenuhi oleh anak-anak Junior tersebut.
“Kenapa tidak jadi masuk, San?” pertanyaan yang dilontarkan oleh Paijo yang sedang tersenyum.
“Aku lupa mengambil absen adik-adik Junior.” Alasan yang tepat untuk menghindar dari maru.
Paijo hanya tersenyum saja mendengar alasan dari Santo. Paijo tahu kalau Santo menghindar dari anak-anak junior itu. Karena Dia takut kena semprot sama anak-anak junior itu.
“Bagaimana keputusannya? Dimana tempatnya?” Surti pun bertanya dengan nada kesal.
“Tempatnya sudah pas. Tapi sekarang dananya kita harus meminta lagi dengan anak-anak, baik junior ataupun senior. Bagaimana, setuju?” Ijal pun menjelaskan pada Surti.
Surti yang dipercaya oleh Senior pelaksana merasa keberatan dengan keputusan mereka. Meskipun, mereka menjelaskan sampai sedemikian rupa dan membujuk Surti agar dapat membantu kelancaran dalam pelaksanaan acara tersebut.
Akhirnya, Surti pun mau menerima bujukan rayuan mereka. Meski, hati Surti merasa berat menerima keputusan dari mereka. Tetapi, Surti tidak mau dengan mudah menerima hal itu. Surti memberi syarat kepada mereka, bahwa dia hanya membantu bukan untuk bertanggung jawab atas keseluruhannya. Akhirnya mereka pun menerima persyaratan yang diusulkan oleh Surti.
Surti pun meninggalkan ruangan rapat, dia langsung memasuki ruangan dimana anak-anak Junior tersebut menunggu kepastian yang tidak kunjung tiba.
“Capek?” kata-kata merayu pada Junior diruangan tersebut.
“Capek, Kak. Lama sekali Kak?” lontaran kata-kata pun serentak keluar dari bibir anak-anak Junior itu.
Waktu pun telah menunjukkan pukul 4 sore. Surti pun bergegas menyampaikan hasil rapat yang baru terselesaikan.
“Pasti sudah tidak sabaran semua kan?” Surti masih merayu para junior sambil senyum-senyum.
“Ia Kak. Sudah tidak sabar lagi. Kapan kita berangkatnya kak? Bejamur kami semua menunggu.” Salah satu Junior pun mulai menggoda Surti.
“Kalau kakak menjelaskan, kalian diam semua ia? Setuju.” Surti mulai serius dengan ucapannya.
Tanpa panjang lebar lagi, Surti menjelaskan semua dan menceritakan apa hasil dari rapat dadakan tersebut. Surti pun dengan berat hati mengatakan untuk meminta uang lagi. Meskipun terasa berat untuk diucapkan, Surti harus terpaksa mengatakannya. Belum selesai mengatakan masalah dana, mahasiswa yang menunggu sudah tahu maksud dan tujuannya.
“Kak, duit kemarin mana?” salah satu mahasiswa laki-laki bertanya dengan wajah kecewa.
“Baik, kakak jelaskan. Begini semuanya, sebelumnya kakak mewakili Senior pelaksana meminta maaf, karena uang kalian yang kemarin untuk acara hari ini hilang dan lenyap. Uang tersebut sebenarnya kakak tidak tahu buat apa. Tapi yang pastinya, uang tersebut telah terpakai oleh WPTB (Wajah Pengemis Tidak Berdosa).” Dengan berat hati dan rasa malu Surti harus mengatakannya, karena dia tidak ingin mahasiswa baru tersebut bertanya-tanya lagi.
Wajah anak-anak junior itu pun beraneka ragam ada yang kesal, kecewa, sakit  hati, dan bermacam-macam bentuknya. Dengan wajah mereka yang tidak tahu lagi bentuknya dengan rela hati mengeluarkan uang sebanyak Rp. 25 juta.
Setelah uang terkumpul, anak-anak Junior pun dikondisikan oleh Senior keamanan. Surti pun langsung keluar dari ruangan tempat menunggu kepastian, dan langsung memasuki ruangan rapat dadakan acara.
Dengan wajah yang tidak jauh beda dengan anak-anak yang lain, Surti menyerahkan uang itu ke ketua rapat acara.
“Ini uangnya, tugasku sudah selesai. Kalian jangan lagi melibatkan aku dalam masalah ini, aku sudah lelah mengangkat beban ini.” Surti mulai memanas.
“Maaf sudah buat kamu kecewa dan kesal, Ti. Kamu tahukan bagaimana masalah aku? Sama siapa lagi aku meminta bantuan, kalau bukan sama kamu Ti.” Paiman selaku ketua melihatkan wajah melasnya saat berkata.
Surti pun merasa kasihan terhadap ketua yang harus menanggung semua akibat dari perbuatan anggota WPTB. Perbincangan pun  terus berlanjut, semua aspirasi telah dikerahkan. Berbagai pendapat pun telah terlontarkan. Akhirnya, tibalah saat yang telah dinanti- nantikan oleh semua anak-anak yang berada diruangan tunggu.
Tempat pun telah ditentukan, Surti pun masih dilibatkan dalam acara tersebut. Santo dan Paijo mengerahkan seluruh anak-anak Junior untuk berangkat kelokasi dengan menggunakan kendaraan yang telah disediakan.
Matahari yang telah terbenam, tepatnya lagi adzan maghrib telah berkumandang, anak-anak Junior baru sebagian yang meluncur ke lokasi yang telah ditentukan. Setelah seluruh anak-anak Junior sampai di lokasi, bukannya mereka istirahat, melainkan masih menunggu ketua pelaksana acara yang masih dalam perjalanan menuju lokasi acara.
Waktu terus beralu, malam yang dingin menjadi panas dengan suasana yang belum redam. Lima belas menit kemudian ketua pelaksana acara pun tiba di lokasi acara. Malam yang telah dinantikan oleh seluruh anak-anak junior pun tiba juga. Malam yang penuh dengan pengorbanan, bertepat di malam minggu dan berlokasi di taman gajah, datang juga didepan mata.
Malam yang penuh pengorbanan tersebut, merupakan malam berakhirnya letih, lelah, dan penat selama menjalankan kepahitan menginjak kampus untuk pertama kalinya. Malam yang waktunya untuk bersenang-senang dan malam untuk mengakrabkan antara junior dan senior. Malam tersebut selalu disebut-sebut dengan malam Inagurasi ataupun malam keakraban. 

Cerpen ini dipublikasikan atas izin penulis.




0 komentar:

Posting Komentar

 
3

Sample text

Sample Text